Thursday, November 27, 2008

Pendekatan Lean Six Sigma di POSCO
Oleh: Rinella Putri

(Vibiznews – Quality) – POSCO berhasil menjadi produsen baja global dunia melalui implementasi Lean Six Sigma. Bagaimana kisah sukses mereka? Berikut ini adalah ulasan singkatnya.

Perusahaan baja POSCO mengalami privatisasi pada tahun 2000. Saat itu, keunggulan biaya rendah mereka tersaingi oleh pesaing yang muncul dari daerah lain, terutama Cina, apalagi perekonomian Korea saat itu sedang melemah. Namun, ini tidak melonggarkan target POSCO untuk menjadi produsen lokal berbiaya rendah menjadi produsen global dengan value-added. Ini memicu perusahaan untuk berkomitmen menggunakan Lean Six Sigma untuk melakukan transformasi pada perusahaan dan menciptakan mindset yang market-driven di seluruh penjuru perusahaan.

Awalnya, bagian R&D menolak ide implementasi Lean Six Sigma karena merasa pendekatan ini terlalu ‘Barat’ bagi perusahaan Asia. Namun setelah sesi pelatihan, opini ini mulai berubah. Manajemen senior justru mengirim para teknisi untuk melakukan riset pada konsumen, sehingga diskusi yang mendalam menghasilkan ide solusi yang inovatif.

Nyatanya, setelah menganalisa input dari pelanggan, potensi pasar dan kemampuan perusahaan, maka ditemukan dua pasar yang paling berpotensi bagi perusahaan, yakni perkapalan dan otomotif. Manajemen senior kemudian berusaha menyelaraskan seluruh penjuru organisasi dengan kedua prioritas ini. Proyek yang tidak berkontribusi kepada value-added dibatalkan. Melalui Lean Six Sigma, maka perusahaan diharuskan untuk memperhatikan kebutuhan konsumen terus menerus.

Perubahan model bisnis yang fokus ke perkapalan dan otomotif juga menghasilkan inovasi produk dari POSCO. Misalnya, mereka berhasil menciptakan baja yang anti karat meskipun ada di air laut. Selain itu, mereka juga menciptakan 21 jenis baja berkualitas tinggi untuk memenuhi kebutuhan industri tertentu.

Analisis Six Sigma menunjukkan, bahwa meskipun Cina adalah produsen baja terbesar dunia, namun terdapat gap antara kemampuan produksi dan permintaan di negara tersebut. Sehingga, memberi kesempatan bagi POSCO, yang pada akhirnya melakukan ekspansi ke Cina dengan melakukan 14 joint venture dan berinvestasi senilai $780 juta di Cina.

Dengan fokus kepada pelanggan, POSCO juga berhasil mengembangkan proses dan inovasi TI yang mengurangi jumlah persediaan dan memangkas lead time dari 28 menjadi 14 pada 2003. Selain itu, pendekatan ini juga membantu POSCO dalam mencapai tujuan lain, yakni melindungi alam Korea. Selama Perang Korea, alam mereka banyak yang rusak, dan seringkali perusahaan melupakan dampak tindakan mereka terhadap lingkungan. Melalui pendekatan Lean Six Sigma, perusahaan menciptakan proses yang mampu mengeliminasi polutan.

Pendekatan Lean Six Sigma telah memungkinkan POSCO untuk mencapai targetnya sebagai produsen global dengan value-added pada 2005. Mereka juga kini merupakan produsen baja ketiga terbesar dunia dan tercatat punya efisiensi dan profitabilitas tinggi. World Steel Dynamics bahkan mengukuhkan mereka sebagai “Perusahaan Baja Terkompetititif di Dunia” selama tiga tahun berturut-turut.

Ref : Quality Management


Masa Depan Operation Research
Oleh: Permata Wulandari

(Vibiznews – Quality) – Kemana masa depan operation research akan dibawa? Mungkin ini menjadi pertanyaan bagi kita yang berkelut dalam bidang quality management. Lee W Schruben, seorang professor Industrial Engineering & operation Research pada UC Berkeley, mengkaji beberapa gambaran menganai operation research saat ini dan masa akan datang.

Masalah yang terjadi pada dunia operation research adalah bagaimana meramalkan sebuah model operation research. Penggambaran operation research ini dimulai dengan mencoba model yang akan terjadi dimasa akan datang dan ini adalah tantangan praktis yang terbesar. Bagaimana mendapatkan model dengan asumsi statis serta melakukan pengembangan prediksi model dimasa yang yang akan datang yang dapat merespon perubahan yang terjadi adalah masalah yang belum terselesaikan saat ini.

Saat ini, para praktisi hanya mengumpulkan data serta membangun sebuah model berdasarkan asumsi saat ini dan cenderung mengabaikan apa yang akan terjadi dimasa akan datang. Sehingga, model yang dibuat hanya menjelaskan apa yang terjadi di masa lampau. Kebanyakan model mengasumsikan bahwa input data terpisah dan terdistribusi dengan sendirinya padahal ini tidak benar. Hal yang sebenarnya terjadi adalah input data tidak terpisah serta memerlukan proses distribusi yang akan dijalankan oleh para pengguna.

Pendekatan terbaik bagi operation research modeling adalah melakukan integrasi antara peramalan dan analisis risiko. Kita harus mengintegrasikan sebuah model dengan informasi pasar yang dinamis serta proses peramalan. Model operation research harus berdasarkan kompleksitas yang dinamis serta berdasarkan optimalisasi. Terdapat banyak sekali teori operation research yang salah dalam masalah penamaan. Hal ini datang dari insight manajerial pada beberapa riset mengenai operation research. Pada praktiknya operation research telah membuat efek yang besar bagi dunia bisnis.

SAP atau Oracle’s ERP solutions telah menyelesaikan permasalahan bagi operation research. Namun, sayangnya banyak software ini tidak cocok bagi dunia akademis. Pada dunia akademis, dibutuhkan banyak sekali kolaborasi antar software tersebut dan tidak bisa berdiri sendiri.

Peran operation research dalam dunia bisnis dimasa 10 tahun mendatang diharapkan terdapat para manajer yang lebih berpengetahuan mengenai dunia analisis serta dunia OR. Saat ini banyak dibuka pendidikan MBA baru yang berfokus pada analisis bisnis. Para professional baru ini harus mampu membangun cara yang sistematis mengenai sebuah masalah OR.

Mempelajari teknik analisis OR secara sendiri tanpa bantuan pihak manapun tidak akan membantu Anda lebih jauh, tetapi melalui training akan mengajarkan Anda bagaimana untuk berfikir serta menjadi lebih berpengetahuan mengenai cara menggunakan software.

Ref : Quality Management


ScottishPower dan Implementasi Lean Six Sigma
Oleh: Rinella Putri

(Vibiznews – Quality) – Lean Six Sigma tidak hanya mendorong terjadinya fokus terhadap pelanggan dan proses yang lebih baik, melainkan juga turut membantu dalam memecahkan masalah yang dihadapi perusahaan. Berikut ini adalah kisah sukses ScottishPower, perusahaan energi terbesar di Skotlandia, dalam mengimplementasikan Six Sigma.

Tahun 2001, ScottishPower mulai kehilangan pangsa pasar akibat deregulasi pada sektor ritel energi di Inggris. Pemerintah yang bertanggung jawab terhadap supply energi yang aman dan andal mulai melakukannya setelah adanya keluhan dari konsumen.

Citra pendekatan Lean Six Sigma yang identik dengan perusahaan manufaktur tidak menghalangi ScottishPower untuk turut mengadopsi pendekatan tersebut. Mereka bertujuan untuk mendorong inovasi dalam bisnisnya yang berbasis pada layanan. Usaha pertama mereka adalah mengadakan departemen ‘Business Transformation’ serta memberikan pelatihan bagi ratusan karyawan.

Apa yang dilakukan Lean Six Sigma pada ScottishPower?

Melalui pendekatan Lean Six Sigma, mereka dapat menemukan sumber ketidakpuasan pelanggan. Belakangan ternyata diketahui bahwa sebagian besar pelanggan hilang karena mereka pindah rumah. Ketika pelanggan memutuskan layanan, customer service langsung memutusnya begitu saja, tanpa mempertimbangkan kemungkinan bahwa penelpon butuh layanan di tempat lain.

Ketika Lean Six Sigma berhasil menemukan sebab dari tergerusnya pangsa pasar ScottishPower, mereka mengubah proses yang akan mentransfer panggilan pelanggan ke advisor yang kemudian akan menawarkan layanan di tempat tinggal baru mereka. Bahkan, terdapat insentif financial bagi customer service yang melakukan transfer. Sehingga, kini melalui Lean Six Sigma, perusahaan berhasil menutup kelemahan dengan mendesain proses baru yang memungkinkan tim penjualan untuk mendekati penduduk-penduduk baru di alamat yang mereka tuju. Sehingga, bukannya kehilangan pelanggan, namun potensi penjualan justru meningkat.

Awalnya, ScottishPower meluncurkan sebanyak 130 proyek Lean Six Sigma. Aktivitas lainnya termasuk menggalakkan kampanye pemasaran yang meningkatkan penggunaan pembayaran debet sebesar 14 persen, hingga proses pendaftaran yang disederhanakan yang mendongkrak akuisisi pelanggan sebanyak 20 persen.

Pendekatan Lean Six Sigma ini berhasil membantu ScottishPower dalam meningkatkan jumlah pelanggannya dari angka 3.2 juta orang menjadi 5.1 juta orang hanya dalam kurun waktu 4 tahun, yang berarti 40,000 orang pelanggan baru tiap bulannya selama periode tersebut. Ini sungguh kontras dengan tren melemahnya jumlah pelanggan pada pesaing-pesaing ScottishPower. Apalagi mereka bersaing merebutkan pasar rumah tangga dengan jumlah yang relative stabil. Melalui pendekatan Lean Six Sigma, Scottish Power telah merealisasikan tambahan pendapatan dan penghematan biaya sebesar $170 juta.

Ref : Quality Management