Monday, October 26, 2009

Menerapkan Teori Multiple Intelligences dalam Training Six Sigma

(managementfile - Quality) - Setiap orang punya gaya belajar yang berbeda-beda, hal ini karena dalam diri tiap orang beberapa intelijensia tertentu lebih menonjol dibandingkan dengan lainnya. Menyadari hal ini, maka sebuah training Six Sigma dapat dirancang supaya mengakomodasi berbagai gaya belajar dari semua orang.

In his book Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences (Basic Books, 1993), Howard Gardner suggests that every person has a unique combination of multiple intelligences. Understanding what these intelligences are gives people greater insight into their own learning style, as well as the style of others, which can help them better communicate lessons about Six Sigma.

Menurut Howard Gardner dalam bukunya Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences setiap orang punya kombinasi yang unik mengenai multiple intelligence. Dengan memahami intelijensia ini, maka kita akan memperoleh insight yang lebih baik tentang gaya belajar kita dan orang lain. Sehingga, pemahaman ini dapat dimanfaatkan untuk mengkomunikasikan pelajaran Six Sigma dengan lebih baik pula.

Gardner mengemukakan bahwa intelijensia terdiri dari tujuh elemen:
1. Linguistik, yakni intelijensia dengan kata-kata. Orang yang punya kepandaian ini pandai dalam berargumen, persuasi, menghibur, memerintah, menulis, dan bermain dengan kata-kata. Mereka juga menggunakan linguistic (bahasa) untuk mengingat informasi.

2. Logika-Matematika, yakni kepandaian dalam mendeteksi pola, mengambil kesimpulan dan berpikirlogis. Intelijensia ini seringkali dikaitkan dengan cara berpikir sains dan matematis.

3. Spatial, yakni intelijensia terkait dengan gambar. Intelijensia ini memungkinkan orang mampu memanipulasi dan membuat gambar mental untuk menyelesaikan masalah.

4. Musik, yakni kemampuan untuk mengenali dan menciptakan musik, irama dan ritme.

5. Kinetis, yaitu kemampuan dari keseluruhan tubuh serta tangan. Contohnya para atlet seperti Michael Jordan, para pesulap seperti David Copperfield hingga Charlie Chaplin.

6. Interpersonal, yaitu kemampuan untuk memahami dan bekerja dengan orang lain. Orang seperti ini pandai membangun jaringan, bernegosiasi, hingga memotivasi.

7. Intrapersonal, yakni intelijensia mengenai self-knowledge, dimana tercipta suatu self-awareness, self-discipline serta kemandirian.

Lalu bagaimana mengaplikasikan multiple intelligence ini ke dalam pembelajaran Six Sigma? Seorang trainer dapat menggunakan intelijensia-intelijensia ini untuk membantu pemahaman mengenai suatu subjek. Ciptakan cara belajar yang kreatif dan inovatif, supaya orang dengan berbagai intelijensia dapat menyerap pembelajaran Six Sigma dengan baik.

Linguistik
• gunakan huruf alphabet untuk mewakili poin pembelajaran. Misalnya a= activity, b= binomial, c= control chart, dan sebagainya.
• berikan kartu berisikan kata, frase atau kalimat tertentu pada tiap peserta, lalu minta mereka untuk menjelaskan atau memberi contoh
• buat permainan menjodohkan, yakni menjodohkan istilah dengan pengertiannya
• gunakan puzzle atau permainan mencari kata

Logika
• Buat eksperimen di dalam kelas, yang dapat menantang logika
• Buat soal Benar/Salah, dimana peserta harus mengidentifikasi suatu kalimat benar atau salah. Kemudian minta mereka pula untuk memberikan alas an jawabannya, sehingga ini mengharuskan pemikiran yang mendalam.
• Buat studi kasus yang menantang logika berpikir mereka. Jadi, berangkat dari suatu masalah mereka berusaha untuk memperoleh solusi.

Spatial
• menggunakan mind mapping untuk mengembangkan ide, pemikiran, ataupun rencana. Gunakan gambar, kata, warna, garis dan bangun ruang untuk menggambarkan informasi terkait dengan topic, ide atau proyek tertentu
• Gunakan gambar untuk menyederhanakan statistic yang rumit dan menjelaskan poin pembelajaran tertentu.
• Manfaatkan visual untuk menekankan poin-poin pembelajaran

Musik
• Gunakan lagu untuk mengingat poin tertentu yang dianggap penting. Misalnya, buat melodi dan lirik yang isinya pembelajaran tertentu, sehingga peserta bisa mengingat terus poin pembelajaran tersebut.

Kinetik
• Gunakan game yang membutuhkan pergerakan badan untuk belajar. Misalnya game lempar bola, dimana orang yang menerima bola harus menjawab pertanyaan.

Interpersonal

• Lakukan diskusi kelompok untuk bertukar pikiran
• Selenggarakan sesi dimana peserta saling mengajar satu sama lain, sehingga mereka menguasai materi secara mendalam
• Berikan studi kasus kelompok, sehingga peserta harus bekerja sama satu sama lain untuk memperoleh solusi.

Intrapersonal
• Berikan tugas-tugas untuk individual, dan sediakan tempat dimana individu bisa belajar sendiri-sendiri
• Selenggarakan sejumlah aktivitas yang meningkatkan percaya diri. Misalnya, mitna peserta untuk menulis 10 kekuatan mereka sebagai seorang praktisi Six Sigma

Demikian adalah tujuh elemen intelijensia dan contoh-contoh aktivitas dalam training Six Sigma yang dapat mengoptimalkan penggunaan ketujuh intelijensia tersebut. Dalam merancang training, pastikan bahwa materi training Anda mencakup penggunaan ketujuh intelijensia ini, sehingga dapat mengakomodasi gaya belajar seluruh peserta.

sumber: managementfile.com

Pentingnya Pemahaman Terhadap Human Error

(managementfile - Quality) - Variasi atau penyimpangan salah satunya disebabkan oleh human error, atau kesalahan yang disebabkan manusia. Kesalahan ini mengakibatkan kita tidak dapat mencapai hasil yang diinginkan. Oleh karena itu, kita harus memahami human error ini dan berusaha untuk menanganinya.

Berikut ini adalah klasifikasi penyebab human error menurut Marguglio.

Knowledge-based error
: kesalahan yang timbul akibat tiadanya pengetahuan mengenai persyaratan, ekspektasi maupun kebutuhan. Kesalahan ini dapat muncul ketika seseorang tidak menerima informasi, baik informasi itu tidak disampaikan ataupun terdapat distorsi dalam penyaluran informasi. Intinya, informasi yang tidak sempurna.

Cognition-based error. kesalahan yang timbul akibat ketidakmampuan dalam memproses knowledge yang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan, ekspektasi, maupun kebutuhan. Kesalahan ini bisa terjadi ketika seseorang tidak memproses informasi yang telah diterima dengan baik, entah itu karena kurang baik dalam mengingat, menganalisa, mencerna ataupun mengevaluasinya.

Value-based error: kesalahan yang timbul karena tidak adanya kemauan untuk menerima persyaratan, ekspektasi maupun kebutuhan. Kesalahan ini muncul ketika seseorang secara sadar melakukan pelanggaran terhadap suatu persyaratan, ekspektasi maupun kebutuhan, karena ia memang tidak menghargainya, atau tidak menganggap perilakunya sebagai sesuatu yang salah.

Reflexive-based error: kesalahan karena ketidakmampuan merespon suatu stimulus dengan cepat. Kesalahan ini mungkin terjadi ketika terdapat situasi dimana dibutuhkan respon yang cepat dan langsung, sementara prosedur sendiri masih kurang jelas.

Error-inducing condition based: kesalahan karena ketidakmampuan dalam mengatasi kondisi yang mengakibatkan error. Kondisi seperti ini biasanya memang sudah terkait langsung dalam pekerjaan itu sendiri, atau terdapat dalam lingkungan pekerjaan, atau karena memang karena manusia. Kondisi ini banyak yang memang tidak bisa dikeluarkan dari proses karena memang terjadi secara alami.

Skill-based error: kesalahan karena tidak adanya skill tertentu. Kesalahan karena skill memang selalu ada, selama yang melakukan pekerjaan masih manusia. Selama masih belum digantikan oleh mesin, kesalahan karena skill pasti akan selalu muncul.

Lapse-based: kesalahan karena tidak adanya perhatian terhadap sesuatu. Ini juga mirip dengan skill based, karena setinggi mungkin tingkat perhatian, pasti tetap ada kemungkinan terjadi kesalahan, dan hanya bisa dihilangkan dengan mesin.

Demikian adalah klasifikasi human error menurut Ben Marguglio, seorang konsultan dan juga penulis. Ketika terjadi error, maka yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi, error tersebut masuk ke dalam klasifikasi mana, sehingga kemudian dapat ditentukan tindakan koreksi yang tepat.

Sejak awal, seharusnya human error ini harus diidentifikasi secara mendetail, disebut juga dengan manajemen risiko. Setelah diidentifikasi, kemudian diukur juga dampak-dampaknya terhadap suatu hasil. Selanjutnya, baru kemudian menentukan treatment terhadap human error tersebut, apakah dilakukan pencegahan, diminimalisir, mitigasi, atau malah sama sekali dihindari.

Memahami human error juga sangat bermanfaat dalam melakukan root cause analysis. Tanpa memahami human error, mungkin kita hanya akan melakukan koreksi terhadap apa yang salah, bukannya perilaku yang salah, sehingga di masa depan kesalahan perilaku bisa terulang lagi. Dengan memahami human error, maka perilaku yang diperbaiki, sehingga koreksi ke depannya sudah menyempurnakan perilaku yang salah tersebut.

sumber: managementfile.com

Monday, October 19, 2009

5 Kualitas Utama Seorang Black Belt Six Sigma

Tidak dapat dipungkiri bahwa seorang Black Belt Six Sigma punya keahlian kuat dalam analisa, statistik serta memecahkan masalah. Hanya saja, sebenarnya tidak hanya skill teknis melulu yang semata-mata penting. Setidaknya ada 5 kualitas utama yang mutlak harus dimiliki oleh seorang pemegang Black Belt Six Sigma.

Read More